Telaga
Sarangan merupakan objek wisata berupa telaga yang dikelilingi oleh pasar
wisata sarangan. Telaga sarangan terletak dilereng gunung lawu. Tepatnya di
Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Selain kondisi suhu udara
yang dingin dan nyaman, Telaga Sarangan juga merupakan peninggalan alam yang
masih sakral hingga saat ini.
Ritual
labuhan atau ritual larung sesaji telaga sarangan ini dilaksanakan setiap bulan
syakban tepatnya hari jum’at pon sampai minggu kliwon. Untuk upacara sakral
atau slamatan dari warga sarangan itu sendiri dilakukan pada hari jum’at pon.
Untuk sabtu sampai minggu kliwon ritual ini diadakan oleh Pemda magetan yang
disaksikan oleh seluruh warga.
Perlengkapan
labuhan ini dibedakan menjadi 2 bagian, yang pertama untuk warga sarangan itu
sendiri yang dilakuakan pada hari jum’at pon sedangkan hari sabtu sampai minggu
kliwon dilakukan oleh pemda sarangan.
Untuk
perlengkapan pada hari jum’at pon berbeda dengan hari sabtu sampai minggu
kliwon.
Untuk hari
jum’at pon itu sendiri perlengkapan yang dibutuhkan yaitu:
– Tumpeng asli
– Ayam panggang
– Pisang setangkap (pisang ini harus tergolong pisang raja dan ambon)
– Budak ripeh (budak ripeh ini adalah sejenis jadah putih, kuning)
Jadah ripeh ini bermula dari kusumaning Dewi Nawang Wulan dan Joko Tarub
– Jajan pasar
– Jenang moncowarno (jenang 5 warna)
Sedangkan
pada hari sabtu sampai minggu kliwon perlengkapan yang dibutuhkan yaitu:
– Tumpeng Gonobahu setinggi 2 meter. Dalam tumpeng tersebut terdapat ayam
tulak (ayam hitam yang bulu sayapnya terdapat 1 warna putih).
– Uluwatu bumi (Buah-buahan, sayur mayur, palawija).
Prosesi
Ritual Larung Sesaji Telaga Sarangan
Prosesi
Ritual Larung Sesaji Telaga Sarangan diawali dengan kirab Tumpeng Gono Bahu
dari Kelurahan Sarangan menuju panggung di pinggir Telaga Sarangan.
Pemberangkatan dimulai dari Balai Kelurahan Sarangan jam 10 pagi menuju telaga
sarangan, kurang lebih 500 meter dari Telaga Sarangan.
Dalam
perjalanan dari Balai Kelurahan Sarangan, peserta yang membawa sesaji dilakukan
dengan berjalan kaki kecuali, empat pasukan berkuda dengan naik kuda. Semua
sesaji dibawa dengan berjalan kaki, orang jawa menyebutnya dengan kata
“Dipikul”.
Masing-masing
sesaji dipikul oleh kurang lebih 4 orang, sebab ukuran dari sesaji yang lumayan
besar dan berat. Iring-iringan kirab diawali dengan pasukan berkuda 4 sampai 8
orang (arak-arakan), cucuk lampah 1 orang, sesepuh adat, kepala kelurahan
beserta ibu, barisan domas dari seluruh SMA magetan 50 perserta (pria wanita),
prajurit (warga setempat), kejawen 40 orang (pria), bonang renteng (musik
gamelan).
Upacara
Labuh Sesaji dipusatkan di punden desa tepatnya sebelah timur telaga, di tempat
inilah para pejabat Kabupaten, Muspika, para perangkat desa, sesepuh, dan tokoh
masyarakat serta para warga masyarakat berkumpul untuk mengadakan sesaji.
Setelah
semua sesaji diterima oleh sesepuh desa, maka sesepuh desa membakar menyan
serta membaca doa. Setelah pembacaan doa selesai sesaji dibawa ke telaga untuk
dilarungkan kecuali, sesaji yang berisi nasi tumpeng yang berukuran kecil,
panggang, cok bakal, dan setakir bunga telon ditinggal di bawah pohon beringin
yang ada di punden desa.
Pelarungan
dilakukan setelah Sesaji Agung Labuh Tumpeng Gono Bahu dikumpulkan menjadi satu
di punden dan dibacakan doa oleh sesepuh Desa Sarangan. Semua sesaji diangkat
kedalam perahu oleh warga. Kemudian dibawa mengelilingi telaga serangan dengan
menggunakan perahu. Barulah semua sesaji dilarungkan kedalam telaga oleh para
pejabat serta masyarakat setempat dengan menggunakan 50 perahu menuju tengah-tengah
telaga.
Dengan
dilarungkannya sesaji tersebut warga sarangan dan semua warga magetan berharap
dapat dijauhkan dari segala musibah dan balak, serta kehidupan masyarakat akan
lebih baik.