Bocornya 279 juta data BPJS
Berita yang masih menjadi “ kembang lambe” media televise hingga saat ini adalah tentang bocornya 279 juta data BPJS. Hal itu karena peristiwa ini baru terjadi dan cukup dahsyat, di mana di era digital seperti ini mestinya setiap langkah dan jejak digital semestinya dipersiapkan dengan matang dan sempurna, termasuk perihal pengamanan digital.
Sebagaimana yang
kita ketahui lajunya perkembangan dinamika kehidupan di dunia maya, yang bukan
lagi perihal media social, namun sudah merambah perkara bisnis, perniagaan,
nahkan kriminalitas, sehingga para pengguna jasa digitalisasi juga harus
bersiap secara all out menyikapi dinamika yang pesat di kehidupan dunia maya.
Diantara dampak
bocornya data ini, sebagaimana dilansir Detiknews, di sebutkan oleh Dewas BPJS
menyebut kebocoran data jutaan warga negara Indonesia ini bisa berdampak pada
keamanan nasional hingga reputasi jaminan sosial di Indonesia.
Hal tersebut
disampaikan oleh Ketua Dewas BPJS Achmad
Yurianto saat rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa
(25/5/2021), di ruang rapat Komisi IX DPR, Jakarta. Rapat dengar pendapat
tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR RI Nihayatul Wafiroh.
"Pada
kesempatan ini izinkan kami dari dewas sampaikan beberapa hal terkait isu
kebocoran data peserta yang ini langsung kami respons dengan membuat analisis
risiko terkait isu ini. Kami lihat ada beberapa potensi risiko yang akan muncul
apabila isu kebocoran data peserta ini adalah benar," kata Yuri.
Yuri mengungkap
dampak pertama ialah keamanan nasional. Dia menyebut, pasalnya kebocoran
data tidak hanya terjadi pada masyarakat tetapi juga seluruh TNI dan Polri.
Dampak selanjutnya dari kebocoran 279 juta data WNI peserta BJPS, kata Yuri, adalah terkait risiko terhadap reputasi pelaksanaan
jaminan kesehatan nasional. Menurutnya, kebocoran data ini akan
kontraproduktif dengan keinginan pemerintah membangun kesehatan secara nasional.
Tak hanya itu, Yuri menyebut seluruh data yang ada pada internal
BPJS kesehatan juga berisiko diintervensi dari pusat hingga ke kantor cabang.
"Risiko
intervensi sistem internal kita juga memiliki potensi yang rawan juga, karena
dari pengawasan dewas sistem ini tergelar mulai dari pusat sampai ke daerah
sampai ke kantor cabang, sampai ke deputi kewilayahan," imbuhnya.
Dari kasus tersebut di atas, selain hendaknya segera dilakukan mitigasi serta kepastian hokum berikut tindakan terhadapnya, yang perlu kita sadari bahwa saat ini kita sedang hidup di era digital, di mana privasi manusia semakin rentan untuk terbuka di public, maka hendaknya kita bijaksana dan waspada dalam setiap ucap, gerak dan langkah, bukan hanya tentang ekspresi personal, namun lebih lagi terhadap komunitas dan lembaga, kewaspadaan itu terkait dengan keamanan dari cyber criminality.
Kita berharap, masalahbocornya data WNI itu segera tuntas
terselesaikan dan data-data tersebut dinyatakan aman, sehingga tidak
menimbulkan kekhawatiran atas penyalahgunaan oleh pihak ketiga yang tidak
bertanggung jawab.